Minggu, 12 Juni 2011

REOG BANTUL


BAB I
 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan merupakan cerminan kehidupan manusia yang diwujudkan  dalam suatu karya, baik yang berwujud benda maupun yang berwujud tindakan. Kebudayaan yang berwujud benda misalnya candi, prasasti, naskah, pakaian, dan lain-lain. Dan yang berwujud tindakan seperti misalnya upacara tradisional, pertunjukan, tayub dan lain-lain.
Upacara tradisional merupakan kegiatan social yang dilaksanakan oleh warga untuk mencapai keselamatan. Upacara tersebut dilakukan secara turun temurun dan tidak pernah ditinggalkan meskipun jaman sudah berubah. Upacara tradisional memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat bagi pembinaan social budaya warga masyarakat pendukungnya. Hal ini disebabkan oleh salah satu fungsi dari upacara tradisional yaitu sebagai pengokoh norma-norma serta nilai-nilai budaya yang berlaku. Norma-norma dan nilai-nilai budaya itu secara simbolis ditampilkan melalui peragaan dalam bentuk upacara. Upacara tersebut dirasakan sebagai bagian integral dan akrab serta komunikatif dalam kehidupan kulturnya.
Warga Mangiran, Srandakan, Bantul masih melaksanakan upacara Seni Tradisi Lebaran “Reog Wayang Wanara  Kubro”, yang dilaksanakan setiap bulan Syawal taupun pada acara hajatan tertentu. Acara ini merupakan wujud syukur warga  yang telah diberi umur panjang dan merayakan hari raya Idul Fitri yang dilaksanakan di tempat terbuka.
B. Tujuan
1.   Memperkenalkan kesenian tradisional masyarakat Bantul.
2.   Untuk melestarikan, menjaga dan melindungi budaya kesenian daerah setempat.
BAB II
 PEMBAHASAN
A.    Sejarah Reog Wayang
Seni tradisi Reog Kubro merupakan tradisi turun temurun. Seni tradisi Reog Kubro diadakan setiap bulan syawal tiba. Biasanya di bulan Syawal ini mereka menggelar pentas di lapangan, yakni pentas Reog Kubro. Sengaja pentas ini mereka selenggarakan di tempat terbuka agar masyarakat umum dapat menyaksikannya.
Kesenian tradisional Reog wayang orang di Yogyakarta telah hidup sejak beberapa puluhan tahun yang lalu. Di Yogyakarta, kesenian ini hidup dan bertahan di beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Bantul Seperti di Kecamatan Sanden,  Srandakan, Pandak, Bambanglipuro, dan Kecamatan lainnya.
Kesenian Reog wayang orang ini menampilan tari-tarian serta kisah peperangan seperti pada kesenian wayang orang. Perang Baratayuda yang merupakan perang antara Pandawa dan Kurawa sering dimainkan oleh kelompok kesenian Reog ini.
B.     Busana dan Properti
 Pakaian pentas kesenian yang mereka gunakan juga seperti pakaian dan asesoris pakaian untuk pementasan wayang orang yaitu jarik batik, selendang, rompi batik, gelang kaki dan tentu saja pakaian khas masing-masing tokoh pewayangan.
            Pada setiap penampilan kelompok kesenian tradisional Reog wayang orang ini selalu diiringi dengan iringan musik tradisional serta lagu-lagu macapatan. Iringan musik kelompok kesenian reog wayang orang ini berasal dari beberapa bende, dodog dan kepyek. Sementara tembang macapat yang dinyanyikan oleh kelompok kesenian ini adalah hampir semua tembang macapat
            Tata rias dalam Reog Wayang sesuai dengan karakter yang diperankan oleh setiap tokoh. Apabila peran yang dimainkan halus (baik) maka tata riasnya rapid an menunjukkan kegagahan. Sedangkan apabila memerankan tokoh yang buruk tata riasnya menakutkan.
C.    Unsur dalam Reog Wayang
Unsur kesenian ini menggabungkan unsur gerak tari dan irama musik sehingga tercipta tarian yang dinamis dengan iringan musik. Masyarakat Mangiran menamakan seni ini dengan Reog Kubro. Secara etimologi Reog Kubro berasal dari dua kata yaitu reog dan kubro. Reog merupakan nama suatu perguruan atau kelompok, sedangkan kubro berarti besar atau agung. Reog Kubro dimaksudkan sebagai sebuah perguruan yang agung. Yang mana di dalam komunitas tersebut terdapat prajurit bernama warog, yang artinya ksatria gagah berani. Warog ini digambarkan dengan penampilan luar seram secara fisik, berpakaian hitam, kepala berikatkan kain batik atau iket, berbewok, kumis lebat, muka merah dan dada penuh dengan bulu. Akan tetapi prajurit warog yang berwajah sera mini berhati baik.
            Gerakan dalam  tarian Reog Wayang ini diawali dengan sembahan untuk menghormati leluhur, yang memiliki hajat, dan penonton. Kemudian dilanjutkan dengan joged (tari), dipertengahan tarian ada klimaks perang antara Pandawa dan Kurawa. Dilanjutkan perang individu yang diawali dengan perang lembatak, kemudian perang sesuai permintaan yang punya hajat. Apabila ada permintaan perang antara Arjuna dan Cakil, maka perang yang dilakukan adalah perang tersebut. Dalam sekali pertunjukan terjadi tiga peperangan dan itu merupakan kehendak dari yang mempunyai hajat.


BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Kesenian tradisional Reog wayang orang di Yogyakarta telah hidup sejak beberapa puluhan tahun yang lalu. Di Yogyakarta, kesenian ini hidup dan bertahan di beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Bantul Seperti di Kecamatan Sanden,  Srandakan, Pandak, Bambanglipuro, dan Kecamatan lainnya.
Kesenian Reog wayang orang ini menampilan tari-tarian serta kisah peperangan seperti pada kesenian wayang orang. Perang Baratayuda yang merupakan perang antara Pandawa dan Kurawa sering dimainkan oleh kelompok kesenian Reog ini. Pakaian pentas kesenian yang mereka gunakan juga seperti pakaian dan asesoris pakaian untuk pementasan wayang orang yaitu jarik batik, selendang, rompi batik, gelang kaki dan tentu saja pakaian khas masing-masing tokoh pewayangan.

B.     Saran

Banyak kesenian tradisional  yang tersebar di Indonesia khususnya kesenian Jawa. Namun kesenian tradisional tersebut banyak yang dilupakan dan tidak dilestarikan. Kita sebagai generai muda memepunyai kewajiban menjaga, melestarikan dan melindungi kesenian  tradisional  yang ada di kabupaten Bantul, umumnya di Indonesia.











DAFTAR PUSTAKA

Herman Joseph Wibowo. Drama Tradisional Reog: Suatu Kajian Sistem Pengetahuan Dan Religi,' in Laporan Penelitian JARAHNITRA, Balai Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 1995-6, pp. 1-59, dan kaset video no 24, 14/7/1991, arsip video milik Josko Petkovic.
Narasumber  : Bpk Sarjiyo, Samidi dan para anggota Langen Mudho Budaya Gampur ( Warga Srandakan, Bantul )